I.
PENDAHULUAN
1.1.
Latar
Belakang
Kerusakan
hutan dianggap sebagai hasil dari pengelolaan hutan yang kurang baik dan terus
menerus serta kondisi masyarakat yang kurang mendukung usaha-usaha pelestarian
hutan, kini semakin luas dan mulai menimbulkan terjadinya banjir dimusim hujan
serta kekeringan dimusim kemarau. Oleh sebab itu pengalihan energi manusia dari
merusak hutan berupa kegiatan pengelolaan hasil hutan kayu maupun perambahan
menjadi lahan pertanian ke pengelolaan hasil hutan bukan kayu (HHBK) akan
mereduksi tekanan dan hambatan pada pemulihan hutan. Keberhasilan upaya
tersebut merupakan salah satu pilar konservasi hutan, karena tidak hanya
mempertahankan pohon-pohon sebagai penghasil kayu tetapi juga biodiversitas
nabati dan hewani akan terjamin kelestariannya.
Salah satu produk hasil hutan bukan kayu yang
menjadi prioritas pengembangan Kementerian Kehutanan dan menjadi komoditas
unggulan adalah madu. Madu merupakan salah satu produk hasil hutan yang sudah
lama dikenal oleh masyarakat dan memiliki banyak manfaat, diantaranya sebagai
suplemen kesehatan, kecantikan, anti toksin, obat luka, dan sebagai bahan baku
dalam industri makanan dan minuman. Dengan luas hutan yang mencapai 136,88 juta
ha (Kementerian Kehutanan, 2010) potensi pengembangan madu di Indonesia cukup
besar. Sumber daya hutan itu dapat dikembangkan sebagai ekosistem dan
peternakan lebah madu. Diperkirakan rata-rata produksi madu seluruh Indonesia
sekitar 4000 ton setiap tahunnya,
dan dari produksi tersebut sekitar 75 % dihasilkan dari perburuan madu liar di
hutan (Kuntadi, 2008).
Peningkatan pemasaran
madu baik pada pasar domestik maupun pada
pasar internasional akan menghadapi tantangan yang semakin kuat dalam
era globalisasi, ditandai dengan terbentuknya Organisasi Perdagangan Dunia
(WTO) yang terus mempromosikan liberalisasi perdagangan dunia dan berkompeten
untuk menghasilkan aturan perdagangan antar negara. Kesepakan liberalisasi
perdagangan yang telah disepakati oleh Indonesia baik lingkup bilateral,
regional maupun dunia menjadikan suatu keharusan agar kita bisa menghasilkan
produk khususnya madu dengan kualitas yang baik dan dengan harga bersaing agar
tidak kalah bersaing dengan negara lain.
Jaminan akan
keaslian dan mutu madu di pasaran dalam negeri belum ada, sebaliknya kecurigaan
akan pemalsuan madu selalu ada. Dilain pihak, permintaan produk madu hutan
terus meningkat seiring dengan kemajuan teknologi untuk mengembangkan produk turunan madu. Selain
untuk pangan dan minuman, juga untuk bahan dasar kosmetika, pengobatan dan
jamu-jamuan, serta untuk keperluan asesoris atau hiasan. Disamping itu,
persyaratan mutu masih sangat umum dan diharapkan di kemudian hari lebih
diperinci lagi sesuai dengan kemajuan pasaran, produksi dan permintaan.
Madu hutan yang dikelola oleh masyarakat pada dua
wilayah di Sulawesi Tenggara yaitu Kabupaten Muna dan Kabupaten Kolaka Timur,
berasal dari lebah hutan jenis Apis
dorsata yaitu salah satu spesies lebah hutan yang hidupnya liar. Produksi
madu yang dihasilkan belum dipasarkan secara luas, hanya sebatas
untuk
konsumsi masyarakat setempat saja,
sehingga madu dari wilayah ini belum terlalu dikenal. Selain itu, informasi
tentang kualitas madu yang belum diketahui, sehingga masyarakat masih sulit
membedakan madu yang asli (alami) dengan madu palsu (campuran), maka dipandang
perlu untuk melakukan penelitian mengenai kualitas madu yang dipasarkan oleh
masyarakat dengan mengacu pada Standard Nasional Indonesia (SNI) tentang syarat
kualitas madu.
1.2.
Rumuan
Masalah
Mengingat
kebutuhan masyarakat akan madu sebagai salah kebutuhan bahan pangan maupun
dalam pengobatan tradisional merupakan suatu peluang besar untuk mengelola
jenis hasil hutan bukan kayu tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut:
1.
Belum ada informasi dan
data yang jelas tentang kualitas (kadar air, kadar sukrosa, kadar hidroksimetilfulfural)madu
dari lebah Apis dorsata yang
dipasarkan di Kabupaten Muna dan Kabupaten Kolaka Timur.
2.
Belum diketahui karakteristik
(warna, aroma, rasa) madu dari lebah Apis
dorsata yang dipasarkan di Kabupaten Muna dan Kabupaten Kolaka Timur.
1.3.
Tujuan
dan Kegunaan
Adanya informasi
mengenai madu campuran yang beredar di pasaran lokal menimbulkan keraguaan
masyarakat dalam membeli madu. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Mengetahui
kualitas (kadar air, kadar sukrosa, kadar hidroksimetilfulfural) maduApis dorsata yang dipasarkan di
Kabupaten Muna dan Kabupaten Kolaka Timur.
2. Mengetahui
karakteristik (warna, aroma, rasa) madu lebah Apis dorsata yang dipasarkan di Kabupaten Muna dan Kabupaten Kolaka
Timur.
Pentingnya
informasi mengenai kualitas madu agar lebih menambah minat masyarakat dalam
mengkonsumsi madu sekaligus dapat menjadi penunjang untuk menembus pasar
global, maka kegunaan yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Sebagai
bahan informasi dan pengetahuan bagi mahasiswa dan masyarakat pada umumnya
mengenai kualiatasmadu Apis dorsata
yang dipasarkan di Kabupaten Muna dan Kabupaten Kolaka Timur.
2.
Sebagai masukan dan
pertimbangan bagi pemerintah daerah setempat khususnya dan masyarakat pada
umumnya akan pentingnya memperhatikan kualitas madu yang dikonsumsi sebagai
bahan pangan dalam menunjang kesehatan.
silahkan download filenya
UJI KUALITAS MADU LEBAH HUTAN (Apis dorsata) YANG DIPASARKAN
UJI KUALITAS MADU LEBAH HUTAN (Apis dorsata) YANG DIPASARKAN
No comments:
Post a Comment