I. PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Fungi mikoriza arbuskula (FMA) merupakan fungi obligat dari endomikoriza
(Peterson, 2004) dan bersimbiosis dengan 97% akar tanaman tingkat tinggi dan
80% famili tanaman darat (Smith and Read, 2008). Struktur FMA yang umum
ditemukan diperakaran tanaman adalah hifa eksternal, hifa internal, coil,
vesikula dan arbuskula (Smith and Read, 2008). FMA memiliki peranan yang sangat
penting dalam meningkatkan produtivitas tanaman (Brundrett et al. 1996),
pertumbuhan dan biomassa tanaman (Husna et
al. 2015) melalui perbaikan nutrisi
unsur hara terutama Fosfat (P) serta berperan penting dalam menunjang
keberhasilan rehabilitasi lahan yang
terdegradasi (Suharno et al. 2014).
Husna et al. (2016) melaporkan bahwa FMA lokal dapat dikembangkan
sebagai pupuk hayati yang ramah lingkungan melalui perbanyakan FMA.
Perbanyakan FMA dapat dilakukan dengan menumbuhkan FMA dengan tanaman
inang pada media pot (Brundrett et al. 1996). Perbanyakan FMA sangat
dipengaruhi oleh ketersediaan unsur hara, media tanam dan tanaman inang (Smith
and Read, 2008 dan Tuheteru, 2003), kondisi hara
media yang digunakan menjadi penyebab kegagalan kolonisasi mikoriza (Smith
and Read, 1997). Ketersediaan unsur hara yang
tinggi dapat berpengaruh buruk pada produksi FMA (Brundrett et al.
1996). Begitupun sebaliknya pada teori humus dan mineral (Setiadi, 1989)
melaporkan perkembangan FMA efektif pada kondisi kesuburan tanah yang rendah.
Kontrol kadar Nitrogen (N) dan Fosfat (P)
sangat penting (Brundrett et al. 1996), sebab kadar N yang tinggi dapat
menurunkan suplai karbohidrat ke mikoriza (Tuheteru, 2003), sedangkan
kolonisasi FMA mencapai maksimum, jika tanaman inang di tumbuhkan pada tanah
yang mengalami defisiensi hara P (Feldeman et
al. 2009). Salah satu sumber hara yang memiliki kandungan P yang rendah dan
N Yang tinggi yaitu dengan pemberian hyponex merah. Hyponex merah memiliki
kandungan hara yaitu 25% N, 5% P, dan 20% K yang dapat memproduksi spora lebih
banyak dan jika dibandingkan dengan penambahan pupuk (Urea-TSP-KCL) menunjukan
produksi spora yang lebih sedikit (Rini, 2010). Studi lain mengungkapkan bahwa
aplikasi hyponex merah sebagai penyuplai hara memberikan hasil yang lebih baik
terlihat dari pertumbuhan tanaman yang sehat dan lebih hijau (Shintavira,
2012). Berdasarkan penelitian Suryani (1989), unsur hara N dan P akan
mempengaruhi kolonisasi akar oleh FMA, untuk memperoleh kepadatan spora yang
tinggi dapat diperoleh dari pemberian larutan hyponex merah dengan kandungan N
yang tinggi tetapi P rendah. Delvian (2008) melaporkan bahwa untuk penyiraman
hyponex pada setiap pot disiram dengan konsentrasi 2 g/l air sebanyak 20 ml/pot
setiap minggu sekali memberikan hasil yang baik jika di bandingkan dari
pemberian pupuk NPK dan tanpa pemupukan.
Perbanyakan fungi mikoriza arbuskula saat ini sudah dilakukan, namun
perbanyakan fungi mikoriza arbuskula khususnya yang berasal dari rizosfer
tanaman kayu kuku belum banyak dilakukan. Oleh karena itu, penting dilakukan
penelitian mengenai perbanyakan fungi mikoriza asal rizosfer tanaman kayu kuku
dengan waktu pemberian hyponex merah.
1.2.
Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1.
Bagaimana
interaksi antara jenis FMA dan waktu pemberian hyponex merah terhadap perbanyakan
FMA lokal asal rizosfer kayu kuku [Pericopsis
mooniana (Thw.) Thw]. ?
2.
Interaksi
perlakuan manakah yang memberikan pengaruh terbaik terhadap perbanyakan FMA lokal asal rizosfer kayu kuku [Pericopsis mooniana (Thw.) Thw]. ?
1.3.
Tujuan
dan Kegunaan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui jenis FMA dan waktu penyiraman
hyponex merah terhadap perbanyakan FMA lokal rizosfer kayu kuku [Pericopsis mooniana (Thw.) Thw].
Kegunaan dari penelitian ini adalah medapatkan informasi tentang pengaruh
jenis FMA terbaik dengan lama penyiraman hiponex merah terhadap perbanyakan FMA
lokal rizosfer kayu kuku [Pericopsis
mooniana (Thw.) Thw].
1.4.
Kerangka Pikir Penelitian
Fungi mikoriza
arbuskula (FMA) sudah terbukti berpotensi sebagai pupuk hayati yang ramah
lingkungan dan dapat menunjang rehabilitasi lahan yang terdegradasi (Husna et al. 2015). Oleh karena itu FMA lokal
perlu dikembangkan melaui perbanyakan FMA. Perbanyakan FMA lokal juga di
pengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya faktor tanaman inang, jenis FMA, dan
unsur hara. Kondisi hara dapat menjadi penyebab kegagalan infeksi FMA, untuk itu
pengunaan pupuk berupa hyponex merah sangat penting karena mengandung unsur
hara makro dan mikro yang dapat membantu perbanyakan spora FMA lokal Sulawesi Tenggara
asal rizosfer kayu kuku [Pericopsis
mooniana (Thw.) Thw.]
1.1.
Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini adalah :
1.
Ada
pengaruh interaksi antara jenis FMA dan waktu penyiraman hyponex merah terhadap
perbanyakan FMA lokal Sulawesi Tenggara asal rizosfer kayu kuku [Pericopsis mooniana (Thw.) Thw].
2.
Minimal
terdapat satu pasang interaksi perlakuan yang memberikan pengaruh terbaik
terhadap perbanyakan FMA lokal Sulawesi Tenggara asal rizosfer kayu kuku [Pericopsis mooniana (Thw.) Thw.].
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Deskripsi Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA)
2.1.1. Pengertian Mikoriza
Mikoriza adalah sebuah simbiosis mutualisme
antara fungi atau cendawan dengan perakaran tanaman tingkat tinggi (Smith dan
Read, 2008). Kata mikoriza berasal dari bahasa yunani yaitu myces (cendawan)
dan rhiza (perakaran) tumbuhan tingkat tinggi (Setiadi, 1989). Mikoriza di
bedakan kedalam dua kelompok besar yaitu ektomikoriza dan endomikoriza (Smith
dan Read, 2008).
2.1.2. Klasifikasi Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA)
Fungi mikoriza arbuskula adalah fungi obligat dari
filum Glomeromikota (Schubler and Walker, 2010) dan bersimbiosis dengan
perakaran tanaman tingkat tinggi (Smit dan Read, 2008). Berdasarka kajian
biomolekuler dapat diketahui bahwa FMA memiliki Filum
Glomeromycota memiliki empat bangsa
(ordo) (Glomerales, Diversisporales,
Paraglomerales, dan Archaeosporales), 11 suku (famili), 18 marga dan
sekitar 300 jenis yang berhasil dikenali (Schüßler dan Walker 2010).
Filum : Glomeromycota
Ordo : Archaesporales,
Diversisporales, Glomales, Paraglomales
Genus : Acaulospora, Ambispora, Archaespora, Diversispora,
Entrophospora, Geosiphon, Gigaspora, Glomus, Intraspora, Kuklospora, Otospora,
Pacispora, Paraglomus, Racocetra dan Scutellospora (Hartoyo, 2012).
Berdasarkan
penelitian Husna (2014) telah melaporkan sebanyak 15 jenis FMA di jumpai
berasosiasi dengan kayu kuku di Sulawesi Tenggara yang di dominasi oleh jenis
FMA dari suku Glomeraceae, dan di temukan 4 jenis FMA yang baru ditemukan
di indonesia diantarannya Glomus canadense yang berwarna kuning kecoklatan, bentuk spora agak bulat
lonjong, dengan lapisan dinding 1 lapis. Glomus halonatum yang berwarna coklat muda,
bentuk agak bulat, dengan lapisan dinding 2 lapis. Racocetra gregaria berwara coklat kehitaman, bentuk bulat, dengan lapisan dinding 1 lapis.
Ambispora appendicula yang berwarna bening, bentuk spora bulat,
degan lapisan dinding 2 lapis.
2.1.3.
Struktur umum FMA
Fungi mikoriza
arbuskula memiliki beberapa struktur pada akar tanaman, seperti hifa internal
dan eksternal, hifa koil, vesikula dan arbuskula (Husna et al, 2015). FMA memiliki
hifa yang menjalar luas ke dalam tanah, melampaui jauh yang tidak dapat dicapai
oleh rambut akar (Rivana, 2016). Hifa fungi mikoriza arbuskul merupakan tempat
perpindahan karbon dari tanaman dan hara dari dalam tanah (Nusantara, 2010).
2.1.3.1. Hifa internal
Hifa intraradikal (HI)
adalah hifa yang tumbuh menjalar di
antara sel epidermis dan akhirnya mengkolonisasi ruang intraseluler kortek
akar, dan kemudian hifa internal ini membentuk secara spesifik berupa
arbuskula, vesikel, sel auksilari, ataupun spora intraradikal (Nusantara,
2011). Hifa internal juga berfungsi dalam mentransfer air dan hara dari
luar ke korteks tanaman inang (Souza,
2015). Hifa internal memiliki struktur
yang tipis dan sering kali berwarna lebih pucat, sehingga agak sulit untuk dilihat
(Nusantara, 2012).
2.1.3.2. Hifa eksternal
Hifa eksternal yang
terbentuk dari hifa intraradikal yang menjulur keluar dari akar dan membentuk
percabangan yang ekstensif di rhizosfir tanaman. Semakin banyak hifa
ekstraradikal berpotensi meningkatkan pembentukan spora (Nusantara, 2011). Hifa
eksternal berkembang di luar akar tanaman dan hifa tersebut membentuk
appresoria, kemudian hifa tersebut
menembus dinding sel akar untuk membentuk hifa intraradikal (Smith &
Read, 2008). Hifa eksternal juga berperan dalam memperluas bidang serapan akar
terhadap air dan unsur hara (Musfal, 2010). Serta berperan dalam produksi
spora, agregasi tanah, dan perlindungan tanaman inang dari serangan pathogen
(Nusantara, 2011).
2.1.3.3. Arbuskula
Arbuskula adalah
struktur hifa yang bercabang-cabang halus yang mirip haustorium dan di bentuk
oleh percabangan dikotomi (Nainggolan, 2014). Arbuskula merupakan senyawa
polifosfat dipecah menjadi fosfat organik yang kemudian dilepas ke seluruh sel
tanaman inang, masuknya hara ke dalam sel tanaman inang oleh peningkatan
sitoplasma, pembentukan organ baru, pembengkakan inti sel, peningkatan
respirasi dan aktivitas enzim (Pulungan, 2015). Struktur arbuskula,
bercabang-cabang seperti pohon, diyakini merupakan organ pelaksana pertukaran
energi (karbohidrat) dari tanaman dan bahan dari FMA (Nusantara, 2011).
2.1.3.4. Vesikula
Vesikula adalah struktur
FMA yang memiliki bermacam-macam bentuk seperti kotak, bulat telur, dan tidak
teratur, dan pada kondisi tertentu dapat berperan sebagai spora atau alat untuk
mempertahankan kehidupan cendawan dan memiliki nukleus atau inti yang
terpenting dari arbuskula (Smith and Read, 2008). Vesikula juga mengandung
lemak sehingga merupakan organ penyimpanan cadangan makanan (Suharno, 2014).
Vesikula memiliki struktur dinding tipis dan tidak bertahan lama di dalam akar (Nusantara,
2012). Strukrur tubuh vesikula yang bebentuk bulat telur (Nainggolan, 2014).
2.1.3.5. Spora
Spora adalah
perkembangbiakan aseksual fungi, terbentuk pada ujung hifa di dalam tanah atau
di dalam akar (Brundrett et al.
1996). Spora merupakan struktur FMA yang umumnya dipakai untuk identifikasi
jenis FMA dan digunakan sebagai sumber inokulum terbaik. Spora dapat ditemukan
di dalam tanah baik secara individu maupun berkelompok (Smith and Read, 2008).
Hasil penelitian penunjukan bahwah sporulasi spora berkorelasi positif dengan
peningkatan pertumbuhan tanaman mikoriza dan peningkatan pertumbuhan per unit
akar terinfeksi (Giovannetti dan Mosse,
1989).
2.2. Manfaat dan Peran FMA
Aplikasi FMA mampu
meningkatkan pertumbuhan dan perbaikan status hara tanaman yaitu mampu
meningkatkan pertumbuhan tinggi, diameter, jumlah daun dan jumlah bintil akar
suatu tanaman (Husna et al. 2015).
Fungi mikoriza arbuskula juga berperan dalam membantu penyerapan unsur hara
terutama fosfor (P) (Smith and Read, 2008) dari pemberian mikoriza dapat
meningkatkan kemampuan dan efisiensi tanaman dalam menyerap hara P untuk
menunjang pertumbuhan dan hasil tanaman (Agustin, 2010). Selain meningkatkan
penyerapan unsur hara dalam tanah, FMA juga bermanfaat menghasilkan hormon dan
zat pengatur tumbuh auksin dan giberelin. Auksin berfungsi mencegah atau
menghambat penuaan akar, sedangkan giberelin berfungsi memperkuat batang
tanaman (Mansur, 2003). Penggunaan FMA tidak membutuhkan biaya yang besar
karena teknologi produksinya murah dan dapat diproduksi dengan mudah di
lapangan, pemberian cukup sekali seumur hidup tanaman, tidak menimbulkan polusi
dan tidak merusak struktur tanah (Handani, 2013). Fungi mikoriza arbuskula
dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan, misalnya (1) meningkatkan jumlah
dan mutu hasil tanaman; (2) mengurangi kebutuhan akan pupuk dan pestisida; (3)
mengurangi erosi; (4) mereduksi emisi CO ; dan (5) menyuburkan tanah (Nusantara
et al. 2012).
2.3. Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Perbanyakan Fungi Mikoriza
Arbuskula (FMA).
2.3.1. Tanaman Inang
Perbanyakan mikoriza
dipengaruhi oleh ketergantungan jenis tanaman inang dan kecocokan jenis FMA
yang diinokulasikan dengan tanaman inang (Husna et al. 2015). Wulandari et
al. (2014) juga melaporkan bahwa umur dan jenis tanaman inang juga menentukan kepadatan spora
yang dihasilkan. Umur tanaman inang juga mempengaruhi keberadaan FMA di tanah
serta kolonisasinya pada akar tanaman (Arman et al. 2015). Kriteria dalam penentuan tanaman inang harus
berpotensi untuk membentuk mikoriza, misalnya kapasistas untuk dikolonisasi
oleh FMA, mempunyai pertumbuhan sporulasi FMA tinggi, memiliki sistim perakaran
yang ekstensif dan solid tapi kadar ligninnya rendah (Herryawan, 2012). Tanaman
inang yang dapat digunakan dalam produksi inokulum FMA salah satunya ialah Pueraria phaseoloides. Tanaman tersebut
sering digunakan karena memiliki beberapa kelebihan, misalnya berumur pendek,
memiliki system perakaran yang luas, dapat terkolonisasi sampai batas yang
tinggi oleh berbagai jenis FMA, dan toleran terhadap kadar fosfor (P) rendah
(Nusantara, 2011).
2.3.2. Media Tanam
Faktor lain yang
mempengaruhi perbanyakan mikoriza adalah media tumbuh. (Karti et al. 2006) melaporkan bahwa media
tumbuh pasir, tanah, dan zeolit adalah media yang baik untuk perbanyakan mikoriza namun uji lanjut
menunjukan bahwa media tumbuh zeolit memberikan jumlah spora tertinggi di
bandingkan dengan media pasir dan tanah. Hasil pelitian lain melaporkan media
pasir, zeolit, dan pasir + zeolit dengan perbandigan (1 : 1 ) menunjukan
masing-masing media tanam mampu meningkatkan jumlah spora Glomus yang
diinokulasikan (Dapersal, 2014). Media tumbuh zeolit bersifat stabil, tidak
mudah berubah atau rusak karena siraman air, dan memiliki kapasitas tukar
kation yang tinggi, dimana media tanam yang baik digunakan ialah media tanam
yang memiliki tekstur kasar, berpasir, dengan kapasitas tukar kation yang
tinggi yang mampu mengurangi tersedianya P untuk menghasilkan perbanyakan spora
FMA (Rini dan Rozalinda, 2010).
2.3.3. Lingkungan
Beberapa faktor dapat
mempengaruhi produksi FMA diantaranya lingkungan sepeti pH tanah, kandungan
air, kandungan Posfor (Dewi, 2014) suhu dan kelembaban dimana suhu tanah yang tinggi
umumnya dapat meningkatkan kolonisasi dan sporulasi FMA yang lebih tinggi
(Tuheteru, 2003).
2.3.4. Cahaya
Cahaya dapat
mempengaruh perbanyakan propagul FMA, karena dapat berpengaruh terhadap proses
fotosintesis tanaman dan translokasi karbon ke akar, serta berpengaruh tidak
langsung terhadap kolonisasi dan produksi spora FMA (Nusantara, 2011).
2.3.5. Aplikasi
Pemupukan
Selain pemberian FMA
maka di perlukan sumber nutrisi lain yang dibutuhakan suatu tanaman (Delvian,
2008). Kebutuhan unsur hara, khususnya P, berpengaruh langsung terhadap FMA
melalui respon tanaman terhadap ketersediaan hara. Kadar, bentuk, dan kelarutan
sumber hara P merupakan faktor penting bagi pembentukan dan perkembangan FMA
(Nusantara, 2011). FMA dapat berpengaruh negatif atau positif dengan unsur hara
P, dimana pemberian unsur hara P dalam jumlah yang banyak dapat berpengaruh
buruk terhadap pembentukan dan perkembangan FMA (Smith & Read, 2008).
Dimana telah dilaporkan bahwah aplikasi pemupukan dalam batas tertentu dapat
meningkatkan infeksi dalam perbanyakan spora FMA (Tuheteru, 2003).
2.4. Potensi Hyponex Merah Terhadap Sporulasi FMA
Pupuk hyponex merah merupakan pupupk majemuk dengan
kandungan hara makro dan mokro yang berbentuk kristal dan biasa digunkan untuk
pertumbuhan vegetatif (Shiniavira, 2012). Hyponex merah mengandung (25% N, 5%
P, dan 2 0% K) dengan konsentrasi P rendah tetapi N tinggi yang akan membanti
dalam meningkatkan produksi spora (Rini dan Rozalinda, 2010). Kontrol kadar N dan P sangat penting (Brundrett et al. 1996),
sebab jika unsur hara N tinggi dalam bentuk ammonium akan menghambat perkembangan
FMA (Delvian, 2008) dan juga dapat menurunkan suplai karbohidrat ke mikoriza (Tuheteru, 2003). Sedangkan rendahnya kandungan P di dalam tanah
menyebabkan tumbuhan mampu membentuk simbiosis dengan FMA (Zulfredi, 2015). Hasil penelitian menunjukan bahwa penggunaan pupuk
hyponex merah mampu meningkatkan jumlah spora jika di bandingkan dengan
pemberian pupuk Urea, TSP dan KCl (Delvian, 2008).
Berdasarkan hasil pengamatan Okiobe
(2015) perlakuan pemberian larutan hyponex merah mampu menghasilkan
total biomassa P.thaseoloides umur 12 MST sebesar 1,1 g pada inokulum A. tuberculata.
Shiniavira, (2012) melaporkan bahwa aplikasi hyponex
sebagai salah satu substitusi hara makro-mikro memberikan kasil yang lebih baik
jika di bandingkan pemberian medium Growmore yang terlihat dari pertumbuhan
tanaman yang lebih sehat dan lebih hijau. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa jenis FMA dan sumber hara anorganik berinteraksi
nyata mempengaruhi produksi spora FMA, kolonisasi akar dan bobot kering tanaman
kudzu (Nusantara, 2011). Hyponex merah juga dilaporkan cepat menyediakan P dan
cocok untuk pembentukan spora A. tuberculata yang perkembangan hifa
ekstraradikalnya ekstensif dan cepat (Nusantara et al. 2010).