BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Setiap
hari terjadi hubungan antara anggota-anggota masyarakat yang satu dengan yang
lainnnya.Pergaulan tersebut menimbulkan berbagai peristiwa atau kejadian yang
dapat menggerakkan peraturan hukum.Salah satu contoh dari peristiwa tersebut penyalahgunaan
narkotika yang pada akhir-akhir ini sudah sangat mencemaskan.
Masalah
penyalahgunaan narkotika telah menjadi masalah nasional maupun masalah internasional
yang tidak pernah henti-hentinya dibicarakan.Hampir setiap hari terdapat berita
mengenai masalah penyalahgunaan narkotika.Penyalahgunaan narkotika berupa
ketergantungan terhadap zat-zat tertentu dapat menimbulkan gangguan terhadap
kesehatan jasmani dan jiwa,menyebabkan penderitaan dan kematian.[1]
Anak
sebagai bagian dari generasi muda merupakan penerus cita-cita perjuangan bangsa
dan sumber daya manusia bagi pembangunan nasional.Sehingga diperlukan upaya
pembinaan dan perlindungan terhadap anak agar anak terhindar dari penyalahgunaan
narkotika.Penyalahgunaan narkotika yang dilakukan anak merupakan suatu penyimpangan
tingkah laku atau perbuatan melanggar hukum.
Anak
didalam perkembangannya menuju ke alam dewasa memasuki masa remaja yang sangat
mudah terpengaruh oleh lingkungan yang ada di sekitarnya.Pada masa remaja
seorang anak dalam suasana atau keadaan peka, karena kehidupan emosionalnya
yang sering berganti-ganti.Rasa ingin tahu yang lebih dalam lagi terhadap
sesuatu yang baru, kadangkala membawa mereka kepada hal-hal yang bersifat
negatif. Para remaja pada usia ini merupakan masa peralihan dari kanak-kanak
menuju kedewasaan masih memiliki kemampuan yang sangat rendah untuk menolak
ajakan negatif dari temannya.
Mereka
kurang mampu menghindari ajakan tersebut, apalagi keinginan akan mencoba
hal-hal yang baru. Remaja berada dalam tahap pencarian identitas sehingga
keingin tahuan mereka sangat tinggi, apalagi iming-iming dari teman mereka
bahwa narkotika itu nikmat dan menjadi lambang sebagai anak gaul ditambah lagi
dengan lingkungan pergaulan di kalangan anak remaja yang cenderung tidak baik
maka memudahkan para pengedar narkotika untuk memasarkan narkotika, bahkan juga
ada diantara anak remaja tersebut yang tidak hanya menjadi pemakai narkotika,
bahkan terlibat dalam jaringan perdagangan narkotika seperti yang diberitakan
dalam berbagai media massa.
Terjadinya
penyalahgunaan narkoba sebagian besar dimulai sejak usia remaja, karena remaja
paling mudah dipengaruhi oleh teman sebayanya termasuk dalam penggunaan
narkotika. Para remaja melihat hal tersebut sebagai sesuatu yang modern bagi
remaja.[2]
Penyimpangan
tingkah laku atau perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh anak,
disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain adanya dampak negatif dari perkembangan
pembangunan yang cepat, arus globalisasi di bidang komunikasi dan informasi,kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi serta perubahan gaya dan cara hidup sebagian
orang tua, telah membawa perubahan sosial yang mendasar dalam kehidupan
masyarakat yang sangat berpengaruh terhadap nilai dan perilaku anak.
Selain
itu, anak yang kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan, bimbingan dan
pembinaan dalam pengembangan sikap, prilaku penyesuaian diri, serta pengawasan
dari orang tua, wali, atau orang tua asuh dan pergaulan lingkungan masyarakat
yang kurang sehat juga menyebabkan seseorang anak dapat terjerumus dalam
kejahatan termasuk menjadi pecandu narkotika.
Menilai
keadaan tersebut serta keadaan bahwa tidak efektifnya pemberian sanksi pidana
bagi anak sebagai pecandu narkotika maka Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009
tentang Narkotika mencoba mengakomodasi kepentingan perlindungan hukum anak
pecandu narkotika dalam suatu bentuk rehabilitasi dan peyembuhan. Tidak saja
meliputi unsur anak, Undang-Undang No 35 tahun2009 melihat pengguna sebagai
korban maka masa menjalani pengobatan dan /atau perawatan bagi pecandu
narkotika.[3]
Siapapun
yang terlibat menggunakan narkotika wajib melapor atau orang tua yang
mengetahui anaknya menggunakan narkotika melaporkan kepada petugas.Menurut
undang-undang yang baru mereka (pemakai narkotika) tidak lagi ditindak seperti
pelaku kriminal yang dijebloskan ke penjara, sebab pemakai adalah korban.
Ketentuan
ini berbeda dengan undang-undang sebelumnya yaitu Undang- Undang Nomor 22 Tahun
1997 tentang Narkotika, sebab pemakai juga di anggap sebagai kriminal yang
hukumannya disamakan dengan pelaku kriminal yang lain. Sehingga mereka yang
hanya pemakai dan kadang kadang masih di bawah umur akan bergaul dengan
penjahat kelas kakap, dan akibat mereka akan bertambah jahat.
Kondisi
dari kepentingan keberadaan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
yang menitikberatkan pelaksanaan penyembuhan kepada pemakai narkotika
memberikan konsekuensi kerjasama dari semua pihak, termasuk orang tua anak
pecandu narkotika yang masih di bawah umur untuk dapat melaporkan anaknya
tersebut ke lembaga yang berwenang seperti pusat kesehatan masyarakat, rumah
sakit, dan/atau lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Sehingga
dengan tindakan pelaporan tersebut dapat diambil tindakan bagi upaya
penyembuhan anak dari kecanduan narkotika.Undang- Undang Nomor 35 Tahun 2009
tentang Narkotika juga memberikan suatu sanksi pidana bagi orang tuayang
tidakmelaporkan anaknya ke pihakberwenang apabila terkait dengan kecanduan
narkotika berupa kurungan pidana selama 3 bulan.
Sebagai
suatu bentuk kepatuhan hukum masyarakat tentunya apa yang diatur oleh
Undang-Undang Narkotika tentang ketentuan melaporkan anak di bawah umur sebagai
pencandu narkotika dan juga adanya ancaman sanksi berupa pidana kurungan selama
6 bulan bagi orang tua yang tidak melaporkan anaknya sebagai pecandu narkotika
tidak sedemikian saja dapat terjadi. Dapat saja dimungkinkan terjadi meskipun
ada sanksi pidana tersebut orang tua tetap tidak memberikan kerjasamanya untuk
melaporkan anaknya yang kecanduan narkotika, dengan alasan malu, tidak memiliki
waktu, sebagai pengajaran terhadap anak, dan takut berurusan dengan masalah
hukum.Kenyataan ini memberikan gambaran bahwa masyarakat tidak sedemikian mudah
diancam dengan sanksi hukum terhadap suatu perbuatan tertentu.[4]
Apabila
ditelaah dari perspektif hukum pidana sebagai dasar pengaturan pelanggaran
norma yang ada di tengah masyarakat termasuk perihal kecanduan narkotika harus
dapat mengakomodasi berbagai kepentingan hukum tersebut seperti anak pecandu
narkotika, orang tua dan pemerintah, sehingga apa yang diharapkan dari
keberadaan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dapat berjalan
sesuai dengan tujuan dasar diundangkannya undang- undang tersebut,bukan semata-mata
untuk menakuti masyarakat.Adapun tujuan dasar dari diundangkannya Undang-Undang
Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dapat dilihat pada point-point menimbang
undang-undang tersebut, khususnya point menimbang b yang berbunyi:
Bahwa
untuk meningkatkan derajat kesehatan sumber daya manusia Indonesia dalam rangka
mewujudkan kesejahteraan rakyat perlu dilakukan upaya peningkatan di bidang
pengobatan dan pelayanan kesehatan, antara lain dengan mengusahakan ketersediaan
Narkotika jenis tertentu yang sangat dibutuhkan sebagai obat serta melakukan pencegahan
dan pemberantasan bahaya penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika
danPrekursor Narkotika.[5]
Contoh
kasus penangkapan yang dilakukan terhadap terdakwa dalam putusan Nomor: 398/Pid.B/2011/PN.Kdi, yaitu berawal laporan dari informasi
dari masyarakat di Jl. Sultan Hasanuddin Kel. Tipulu Kec. Kendari Barat Kota
Kendari yang diberikan kepada Tim Sub Dit Res Narkoba Polda Sultra bahwa Dit
Res Narkoba Polda Sultra yang mencurigai terdakwa adalah seorang penyalur
Narkoba didasari oleh karena banyaknya orang tidak dikenal datang ke rumah
terdakwa dengan tingkah laku yang tidak biasa mencari terdakwa dengan keperluan
yang tidak jelas sehingga masyarakat sekitar mencurigai terdakwa adalah seorang
Bandar narkoba di daerah itu. Bahwa
pada saat Tim Sub Dit Res Narkoba Polda Sultra melakukan penangkapan dengan
mendatangi rumah terdakwa Tim Sub Dit Res Narkoba Polda Sultra awalnya tidak
menemukan terdakwa namun yang ditemui adalah orang tua terdakwa yang kemudian
menanyakan kepada orang tua terdakwa mengenai perbuatan yang dilakukan terdakwa
yang kemudian dijelaskan bahwa saksi tidak begitu yakin bahwa anak saksi masih
pengguna narkoba dengan landasan bahwa terdakwa memang dahulu pernah
mengkonsumsi barang haram tersebut, namun sudah menjalani rehabilitasi. Atas
dasar tersebut saksi tidak yakin sepenuhnya bahwa terdakwa masih menggunakan
narkoba namun atas kecurigaan yang dirasa saksi, saksi tidak melaporkan hal
tersebut kepada aparat yang berwenang bahkan pada saat Tim Sub Dit Res Narkoba
Polda Sultra menanyakan keberadaan terdakwa saksi menjelaskan berbelit-belit
hingga yang terdakwa muncul sendiri, namun karena melihat Tim Sub Dit Res
Narkoba Polda Sultra terdakwa memutar kendarannya dan melarikan diri, yang
kemnudian di kejar oleh Tim Sub Dit Res Narkoba Polda Sultra yang kemudian
ditangkap .
Undang-Undang
Nomor 35 Tahun 2009 berupaya menekankan pentingnya pelaporan pecandu narkotika
kepada instansi tertentu yang menangani penyembuhan pecandu narkotika itu
sendiri, sehingga apabila hal tersebut dilanggar maka dari perspektif hukum
pidana pelaku tersebut dapat dikenakan sanksi pidana.
Berdasarkan
uraian di atas maka dapat dilihat suatu dimensi ketertarikan penulis membahas
judul ini khususnya dengan mengkaitkannya pada latar belakang yang menyebabkan
masyarakat/orang tua harus melaporkan pecandu narkotika kepada yang berwenang
dengan judul skripsi “Implikasi Yuridis Perbuatan
Tidak Melaporkan Pemakai Narkotika Kepada Yang Berwenang Menurut Undang-Undang
Nomor 35 Tahun 2009”.
B.
Rumusan
Masalah
Adapun
rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah : Apakah implikasi yuridis terhadap keluarga pencadu/ orang tua yang tidak melaporkan pecandu
narkotika kepada pihak yang berwenang?
C.
Tujuan
Penelitian
Adapun
tujuan penulisan dalam skripsi ini adalah,Untuk mengetahui implikasi yuridis
terhadap keluarga pencadu / orang
tua yang tidak melaporkan pecandu
narkotika kepada pihak yang berwenang.
D.
Manfaat
Penelitian
Manfaat
penelitian didalam pembahasan skripsi ditunjukkan kepada berbagai pihak
terutama :
1.
Penelitian ini diharapkan memberikan
kontribusi penelitian perihal pelaksanaan rehabilitasi terhadap pecandu
narkotika.
2.
Sebagai sumbangan pemikiran kepada pihak terkait
baik itu pihak yang terkait langsung dengan penanggulangan penyalahgunaan
narkotika maupun orang tua.
E. Keaslian Penelitian
Penelitian
mengenai rehabilitasi telah diteliti oleh Yurio Budhy A. Putra, Samsudi,
& Laely Wulandari, pada Fakultas Hukum Pidana, Fakultas Hukum, Universitas
Jember (UNEJ), Dengan Judul Kajian Yuridis Putusan Rehabilitasi terhadap Pelaku
Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika, namun dalam penelitian ini penulis
terfokus pada Implikasi Perbuatan Tidak
Melaporkan Pemakai Narkotika Kepada Yang Berwenang Menurut Undang-Undang Nomor
35 Tahun 2009
[1] Badan
Narkotika Nasional, 2003, Bahaya Penyalahgunaan Narkoba (Penyebab, Pencegahan
dan Perawatannya), Badan Pendidikan Pencegahan dan Kampanye Penyadaran Akan
Bahaya Penyalahgunaan Narkoba Bagi Remaja, Jakarta, hlm 1.
[3] Totok
Yuliyanto, “Kedudukan Hukum Pengguna Narkotika Dalam Uu No 35 Tahun 2009
Tentang Narkotika”, Dialog satu tahun pelaksanaan UU No 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika dan UU No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dalam upaya pencegahan dan
Penanggulangan HIV dan AIDS di Indonesia, hlm 5
[4] Ibid, hlm 7.